Memimpin bukanlah hal yang
mudah. Sebatas memimpin diri sendiripun, akan tertemukan kesulitan. Terlebih
lagi memimpin suatu wilayah. Sabar. Kata sifat yang satu ini sejatinya harus dimiliki
oleh seorang pemimpin. Tak hanya sabar, tapi juga bijaksana. Adanya
kebijaksanaan akan memberikan aura positif dari masyarakat kepada pemimpinnya.
Yang terpenting dari seorang
pemimpin adalah jiwa yang berkarakter.
Pemimpin berkarakter pasti memiliki sifat-sifat pokok sebagai parameter
untuk seorang pemimpin yang baik. Adanya sosok pemimpin yang berkarakter pasti
akan membentuk masyarakat yang berkarakter pula. Ianya adalah jujur, tidak
egois juga disiplin.
Pemimpin berkarakter di
Indonesia? Indonesia yang terdiri dari banyak wilayah otonomi, mengharuskannya
mengambil satu orang sebagai pemimpin untuk satu wilayah. Tentunya, berbeda
orang, berbeda kepemimpinan. Namun, yang diharapkan adalah walaupun memiliki
cara berbeda dalam kepemimpinan, yang terpenting adalah pemimpin yang memiliki
karakter dalam menjalankan kepemimpinan, bagaimanapun caranya.
Pemimpin berkarakter itu
cenderung berwibawa, santun dan merakyat. Definisi merakyat terkadang salah
diartikan baik oleh masyarakat maupun pemimpin itu sendiri. ‘Merakyat’ bukan
berarti dekat dengan rakyat saja, atau blusukan dalam membahasakannya. Pemimpin
yang merakyat itu seyogyanya mengetahui juga karakter dari masyarakatnya. Tak
harus tau karakter dari setiap individu, namun cukup dengan melihat kebiasaan
dan lingkungan kelompok dalam masyarakatnya. Pemimpin juga harus tau apa sih keinginan rakyatnya. Pemimpin
merakyat itu, bukan hanya sekadar melihat ‘keterlantaran’ rakyatnya, dan
memanfaatkan kehadiran media sebagai pengubah realitas. Pencitraan, bahasanya. Banyak
pemimpin seperti ini. Ini bukan pemimpin merakyat, tapi pemimpin yang me-reka
dalam kerakyatan. Merekayasa keadaan sehingga terlihat sempurna. Pemimpin yang
seperti ini akan cenderung munafik, jelaslah ini bukan pemimpin yang diharapkan.
Kepemimpinan
seperti ini akan dengan mudah menghancurkan tatanannya. Pemimpin akan rawan
berbuat maksiat. Bukan memimpin dengan hati dan tanggungjawab. Pemimpin seperti
ini hanya meminjam label ‘pemimpin’ untuk mendapatkan ketenaran sosial. Sungguh
disesalkan.
Perilaku
para pemimpin saat ini sangat ironis. Banyak pemimpin tak berkarakter jika
dipandang secara objektif. Banyak pemimpin di Indonesia ini yang memiliki masalah
dengan warganya, yang akhirnya menimbulkan konfik pemimpin-yang dipimpin.
Mengartikan bahwa pemimpin itu bukan seorang pemimpin yang merakyat dalam arti
sesungguhnya. Akibatnya, pemimpin ini bukan pemimpin yang berkarakter.
Ya,
buktinya. Masalah penistaan agama yang tak kunjung terselesaikan hukum. Beliau, si penista, didakwakan telah melakukan
penistaan agama yaitu adanya penghinaan terhadap beberapa ayat isi Alquran.
Hingga berbagai aksi telah dilakukan masyarakat untuk menindaklanjuti kasus
ini. Apa hasilnya? Belum ada proses, inikah yang disebut objektif? Hukum itu
objektif. Patutkah Indonesia tercinta ini disebut dengan Negara hukum?
Inilah pemimpin di Indonesia
dalam kasus tertentu. Pembelaan selalu saja datang hadir memandang secara
subjektif dengan berbagai alasan agar terlihat objektif.
Hadirnya
masalah penistaan agama seperti ini, akan memecah belah masyarakat. Akan ada
komentar dan argumen negatif dari masyarakat yang pro terhadap aksi kontra yang
dilakukan. Berpihak secara subjektif bukanlah alasan dan karakteristik hukum
Indonesia bahkan bangsa Indonesia.
Indonesia
punya hukum. Sebenarnya pemerintah tinggal menjalankan hukum. Sudah ada
perangkat hukum. Tinggal dimanfaatkan. Tidak ada alasan pemerintah tidak tahu
permasalahan penisataan agama ini atau ‘lupa’ bahwa Negara punya hukum.
Pemerintah telah diingatkan dengan aksi yang telah dilakukan masyarakat yang
tersebar di Indonesia. Tidak ada alasan bahwa tidak ada bukti dan itu hanya
kesalahpahaman. Sebab, masalah bukti dan adanya kesalahpahaman inilah yang akan
diselesaikan oleh hukum. Itulah guna hukum. Itu tujuannya aksi dilakukan demi
menjalankan hukum. Yang terpenting, masalah ini harus diselesaikan dengan
hukum. Bukan membiarkannya terlepas dari hukum dan lama-kelamaan menghilang
dari media. Masih berlakukah hukum pada pemimpin?
Comments