Hidup di Rantau

Menjadi anak rantau itu bukanlah hal mudah. Yang terpenting adalah bagaimana cara si anak mengontrol diri, termasuklah manajemen waktu dan uang. Satu yang juga penting adalah adaptasinya terhadap lingkungan rantau. Setidaknya, anak rantau diharuskan mampu hidup secara mandiri. Kalau dibilang butuh orang lain, anak rantau tetap masih membutuhkannya. Anak rantau juga manusia yang sifatnya tidak bisa berdiri sendiri. Itulah kenapa anak rantau 'terpaksa' harus berbaur dengan lingkungannya.


Mungkin dalam pengalaman, anak rantau juga akan lebih punya banyak. Dalam hal ini, anak rantau yang dimaksud kita spesifikkan pada mahasiswa asal luar daerah. Pengalaman akan lebih banyak dihadapi perantau mahasiswa. Bagaimana menghadapi rumitnya masalah. Harusnya mencari solusi yang tidak menimbulkan masalah lain.

Tak pandai 'bermain', si mahasiswa perantau pasti akan terjebak dalam kesumbatan pikiran. Bahkan home sick kian menjadi penyebabnya.

Nah, disinilah, didunia perantauan, biasanya kebanyakan mahasiswa haus dengan kebiasaan dan perilaku lingkungan asal daerahnya. Dengan alasan ini, kebanyakannya mencari teman seasal daerah sebagai teman ngumpul. Padahal, ketika berbaur dengan lingkungan, akan memperkaya budaya si mahasiswa. Tapi, apa boleh buat. Banyak yang merasa, teman sedaerah itu yang bisa dijadikan pengaduan. Seakan, sedaerah banyak ditafsirkan juga sedarah. Lebih nyambung, katanya.

Hah, dunia rantau terkadang memang ganas. Tak ada prinsip, pasti terombang-ambing. Tak ada kontrol, pasti tersesat.

Bagi sebagian anak, jauh dari orangtua adalah hal penjara. Ada pula diantaranya merasa diberikan kebebasan. Ah... jadinya anak berfikir seperti ini, tergantung dari bagaimana keadaannya bersama keluarga.

Setidaknya, hal yang perlu dibawa kerantau adalah kontrol diri. Berusaha berfikir mandiri. Tak terkecuali mendewasakan diri, artinya, mampu menghidupi diri sendiri.

Kehidupan rantau juga akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya, kehidupan yang sesungguhnya. Baik di rantau, Insyaallah baik kedepannya. Ketika rusak di rantau, rusaklah jalan menuju suksesnya. Rusak di rantau bukan berarti punya ip rendah, melainkan, rusak itu ketika etika dan moral yang tak ada. Tak berkarakter. Alhasil, akan membuat kemungkinan besar jalan suksesnya tersumbat.

Sehingga, hidup di rantau itu adalah perkenalan kita dengan mencari kehidupan nyata yang sebenarnya.

Comments