Saya
rasa tidak ada batasan dalam beropini. Bukan sok tau apalagi sok ikut campur.
Lingkunganlah justru yang memaksa kita untuk turut campur dalam suatu hal.
Termasuk tentang pemimpin pemerintahan di daerah. Walaupun daerah itu bukan
tempat kita berdomisili tetap. Walaupun bukan pemilik KTP daerah itu.
Seyogyanya, setelah kita berada disana dan akan berjuang disana, hendaklah kita
mengetahui daerah itu. Setidaknya timbul pertanyaan kita “siapa sih orang nomor
satu di daerah itu, yang mampu memajukannya?”
Banda
Aceh, Kuta Raja, Serambi Mekkah, beberapa sebutannya, terletak di ujung pulau
Sumatera, itulah terkadang yang membuatnya jauh dari suara-suara ‘kasar’ dari
pemerintahan pusat. Lebih lagi Banda Aceh merupakan kota dimana Aceh
satu-satunya provinsi yang mengimplementasikan sistem ajaran Islam di
Indonesia. Kota digalakkan akan menjadi kota Madani. Kota yang juga dijeritkan
menjadi daerah dengan wisata syar’i. Semoga saja ini bukan menjadi beban bagi
pemerintahnya, melainkan menjadi sebuah semangat dan amanah besar untuk menjaga
kesyar’iatan provinsi, terutama Banda Aceh selaku ibukota provinsi.
Saya
sendiri warga asli Sumatera Utara yang saat ini mengenyam pendidikan di salah
satu Perguruan Tinggi Negeri di Banda Aceh. Terasa memang perbedaannya. Terasa
sekali. Peraturan Islam yang sejatinya baik, itulah yang ‘memaksa’ kita untuk
menjaga perilaku sesuai ajaran Islam. Pemerintah Banda Aceh sekarang ini
terlihat selalu menyempurnakan aturan Islam. Pembangun begitu terasa dan
terlihat sangat masive. Mulai dari
renovasi masjid Raya Baiturrahman yang biasa menjadi simbol kota serambi mekkah
ini, pembangunan fly over dan lain-lain. Sudah cukup baik bagi seorang perantau penikmat kota. Inilah beberapa hasil kerja
dari walikota sekarang, walaupun belum menjadi hasil.
Saat
ini Banda Aceh sedang gencar-gencarnya dengan para kandidat calon bakal
walikota periode 2017-2022. Bukan lagi orang-orang yang asing yang nantinya akan
muncul di kertas suara. Sejumlah nama telah keluar sebagai kandidat. Seperti nama-nama
berikut yang bakal menjadi kandidat yaitu Illiza Sa'aduddin Djamal, Aminullah
Usman, dan T. Irwan Djohan. Ada seorang perempuan disana, Bunda Illiza, biasa
di sebut, akan kembali mencalonkan diri. Kali ini Bunda akan mencalonkan diri
sebagai Walikota, bukan lagi wakil walikota. Kenapa akan ada seorang pemimpin
wanita didaerah Banda Aceh, yang para tokoh-tokoh mengerti tentang kepemimpinan
Islam? Bunda Illiza yang saat ini masih menjabat sebagai walikota Banda Aceh yang
dulunya menggantikan Mawardy Nurdin,
walikota Banda Aceh yang meninggal sebelum masa jabatannya berakhir. Mungkin
Bunda Illiza semakin percaya diri untuk memimpin kembali Banda Aceh. Jika dilihat
memang, kepemimpinan Bunda Illiza hingga saat ini tidak buruk. Namun seyogyanya,
pemimpin itu adalah seorang pria. Apalagi untuk memimpin kota berlandaskan
Islam. Illiza yang menggantikan almarhum Mawardy Nurdin dianggap sulit
memenangkan pilkada Banda Aceh karena seorang perempuan. “Warga Aceh masih tabu memilih pemimpin seorang perempuan, 2012 lalu
umumnya mereka memilih sosok Mawardy Nurdin bukan karena Illiza,
sulit Illza menang karena dia perempuan, karena kita di Aceh” ujar Dharma (HarianMerdeka.com).
Lagi-lagi
karena gender. Apabila masih ada
pemimpin pria yang mampu, itulah yang sebaiknya dipilih. Bukan membedakan jenis
kelamin. Namun, inilah Islam. Mengutamakan yang pria daripada wanita untuk
menjadi seorang pemimpin. Bisa saja seorang wanita menjadi pemimpin, dengan
syarat-syarat tertentu salah satunya apabila telah tiada lagi pemimpin pria
yang amanah.
Bila memang ingin
berkontribusi, wanita hendaknya menjadi wakil walikota dimana walikotanya
adalah seorang pria. Ini mungkin akan lebih baik apabila seorang wanita ingin
menjadi seorang pemimpin. Bahkan diisukan, akan banyak bermunculan kandidat
perempuan yang akan hadi di kertas suara nanti. “Recruitmen terbuka yang
dilakukan oleh Partai Politik terhadap kepala daerah pada pilkada 2017 ini
menghadirkan Alternatif banyak Calon termasuk calon dari kalangan perempuan”,
Ujar Hasrizal (Presiden Mahasiswa Unsyiah) (portalaksi.com). Saya setuju dengan
pernyataan beliau. Sangat terbuka memang dan tidak ada syarat khusus pada jenis
kelamin untuk apply. Kita akan
saksikan nanti bagaimana jadinya pilkada yang menghasilkan pemimpin Ideal Untuk Daerah 2017. Akankah pemimpin wanita
akan memimpin kota Banda Aceh(lagi)? Tidak semestinya.
Comments